Konsekuensi fatal dari kelalaian administratif kembali terbukti dalam sengketa PT AKJ melawan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terkait penerbitan surat pengembalian permohonan pembatalan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB). Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT-010321.99/2024/PP/M.XIVA Tahun 2025 menegaskan bahwa putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap tidak bisa digugat ulang, dan bahwa batas waktu 3 (tiga) bulan dalam Pasal 14 Ayat (6) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.03/2013 (PMK 8/2013) merupakan aturan yang wajib dipatuhi, sehingga seluruh alasan Penggugat terkait dugaan penyalahgunaan wewenang tidak dapat diterima.
Inti konflik dalam perkara ini adalah tindakan DJP yang menerbitkan Surat Kepala Kantor Wilayah Nomor S-2146/PJ/WPJ.12/2024, yang isinya mengembalikan permohonan kedua Wajib Pajak untuk pembatalan SKPKB. Wajib Pajak berpendapat bahwa surat pengembalian ini adalah keputusan yang tidak sah, menuduh DJP melakukan penyalahgunaan wewenang karena otoritas yang diberikan oleh undang-undang seharusnya adalah menerbitkan surat keputusan menolak atau mengabulkan, bukan sekadar surat pengembalian. Lebih lanjut, Wajib Pajak berdalih bahwa batas waktu 3 bulan (Pasal 14 Ayat (6) PMK 8/2013) tidak berlaku bagi mereka karena permohonan kedua didasarkan pada Pasal 13 Ayat (3) PMK 8/2013, yaitu alasan formal terkait penerbitan SKP yang seharusnya tidak terbit, seperti ketiadaan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP).
Majelis Hakim Pengadilan Pajak menolak argumen Wajib Pajak. Dalam pertimbangan hukumnya, Majelis secara tegas menyatakan bahwa ketentuan batas waktu 3 bulan dalam Pasal 14 Ayat (6) PMK 8/2013 adalah syarat formal mutlak yang harus dipenuhi oleh setiap Wajib Pajak yang mengajukan permohonan kedua, tanpa memandang dasar hukum Pasal 13 mana yang digunakan. Karena permohonan kedua Wajib Pajak diajukan melampaui batas waktu tersebut, tindakan DJP untuk mengembalikannya adalah legal dan sesuai dengan Pasal 15 Ayat (3) PMK 8/2013. Tindakan ini justru dianggap menghormati kepastian hukum.
Aspek krusial yang digarisbawahi oleh Majelis adalah adanya putusan Pengadilan Pajak sebelumnya yang telah menolak gugatan pertama Wajib Pajak atas objek SKPKB yang sama. Sesuai Pasal 77 Undang-Undang Pengadilan Pajak, putusan tersebut bersifat final dan mengikat. Majelis berpendapat bahwa memproses permohonan administratif yang esensinya berupaya mengubah atau membatalkan objek yang telah diputus pengadilan akan sama dengan mengabaikan prinsip res judicata. Hal ini berarti Wajib Pajak tidak dapat menggunakan jalur administratif secara berulang setelah putusan pengadilan. Implikasi putusan ini memperjelas bahwa bagi Wajib Pajak, jalur hukum yang benar setelah putusan pengadilan yang menolak sengketa adalah mengajukan Peninjauan Kembali (PK) kepada Mahkamah Agung, bukan mencoba mencari celah administrasi baru melalui permohonan berulang.
Analisa Komprehensif dan Putusan Pengadilan Pajak atas Sengketa Ini Tersedia di sini